Jumat, 31 Mei 2013

Setelah Isra' Mi'raj


Isra' Mi'raj adalah perjalanan nabi dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa dan dari bumi ke Sidratul muntaha atau  langit ketujuh untuk menemui Allah ta'ala dalam waktu satu malam. Peristiwa ini menjadi perdebatan diantara kaum rasionalis. sebab menurut mereka peristiwa ini tdk bsa dibuktikan scr ilmiah atau tdk masuk akal. ada yang bilang peristiwa Isra Mi'raj adalah kebenaran naqliyah (dogmatis), artinya peristiwa ini tdk hrs dibuktkn dg akal karena hanya bersifat keyakinan atau imani.

Mari kita tinggalkan perdebatan mereka dulu,tapi lihatlah hikmah dibalik peristiwa Isra' Mi'raj tersebut.

Anda semua pasti ingat, apa oleh-oleh yang dibawa nabi sepulang dari Isra Mi'raj? Sholat ! yah..Sholat 5 waktu.

Begitu pentingnya sholat sehingga untuk itu rasul harus rela menjadi perdebatan dan sasaran spekulasi oleh org2 yg tdk menyukai beliau.

Sholat itu adalah tiang agama (Islam) maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu dan barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu. Kalimat itu adalah ash sholaatu 'imaadu ad diin yang berarti sholat itu adalah tiang agama. Kelanjutan dari kalimat tersebut adalah faman aqoomahaa faqod aqoomaddin waman hadaamaha faqod hadaamaddin; maka barangsiapa yang mendirikannya berarti ia telah mendirikan agama itu (Islam) dan barang siapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan agama (Islam) itu.

Demikian pula Islam, yang ibaratnya adalah sebuah bangunan dengan syahadat sebagai pondasinya, dakwah dan jihad sebagai atap pelindungnya, dan sholat yang merupakan cerminan syariat Islam sebagai pilar penyangganya. Bila kaum muslimin rajin mendirikan sholat yang 5 waktu secara berjamaah di masjid maka berarti mereka telah mengokohkan pilar-pilar Islam. Sebaliknya, apabila kaum muslimin malas, ogah-ogahan mendirikan sholat fardhu yang 5 waktu secara berjamaah di masjid, maka berarti mereka telah melemahkan Islam itu sendiri dengan 'merobohkan' pilar-pilarnya.

Dalam bacaan doa iftitah dalam sholat itu sendiri, sholat menempati ibadah yang paling utama sebelum ibadah2 yang lain dan paling utama daripada hidup dan matinya. Bahkan dalam sebuah hadits nabi pernah bersabda;
"Amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya dan jika buruk maka buruklah seluruh amalannya. (HR. Thabrani). Jadi, sholat merupakan indikasi diterima atau tidaknya, benar atau salahnya ibada2 yang lain,bahkan bagi hidupnya orang tersebut yg melaksanakan shalat. apabila sholatnya benar dan makbul maka ibdahnya yg lain dan juga hidupnya akan baik atau benar.Fungsi shalat bukanlah sebatas bukti penghambaan diri kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal-amal manusia. Namun justru Allah berkehendak memberi rahmat kepada manusia dengan amalan agama. Oleh karena itu, shalat memiliki pula fungsi yang penting dalam agama selain manfaatnya yang banyak kita ketahui. Sebagai tiang agama, paling tidak shalat memiliki fungsi diantaranya :
Pencegah kekafiran
Pencegah perbuatan keji dan mungkar (dosa)
Penenang hati
Tiang amalan lain
Tiang jamaah (persatuan).

Pencegah Kekafiran
Sudah menjadi jumhur di kalangan ulama bahwa orang yang meningalkan shalat dan pelaku dosa besar tidaklah kafir karena dosanya itu selama ia tidak meyakini kebolehannya. Namun bukan berarti seseorang itu merasa aman dengan dosa yang dilakukannya. Sebab dosa akan menutup hati seseorang. Semakin tertutup/ kotor hati seseorang semakin sulit petunjuk itu masuk kedalamnya. Sedangkan petunjuk-lah yang menyelamatkan seseorang dari kesesatan.

Padahal di satu sisi, syetan tidak pernah lelah untuk menyesatkan manusia. Maka seseorang itu menjadi kafir karena kesesatannya, BUKAN karena dosa besarnya. Namun selama pelaku dosa besar itu belum membawanya pada kesesatan yang mengkafirkan, maka ia tetap-lah orang beriman. Allah berfirman :

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (al-ghayya). (Maryam : 59)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghayya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31) 

Intinya, Al-Ghayya ini adalah tempat yang paling dalam di neraka khusus orang-orang yang kafir setelah beriman (mengetahui kebenaran). Allah berfirman :

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawahdari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (An-Nisa : 145)

Hal ini salah satunya disebabkan mereka melalaikan shalat sebagaimana dijelaskan pada ayat sebelumnya :

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa : 142)

Intinya ketundukan dan keimanan dalam hati tidak bisa dipaksakan walaupun seseorang itu telah mengetahui kebenaran, sebagaimana firman Allah :

Tidak ada paksaan dalam agama (paksaan tunduk/beriman di hati); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat (al-ghayya). Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah : 256)

Maka apabila seseorang sudah keluar dari ketundukan maka dia telah lepas dari tali dan penjagaan Allah. Dosa-dosanya telah menghalang cahaya petunjuk ke dalam hatinya. Maka inilah yang menyebabkan seseorang semakin mudah disesatkan oleh syetan. Allah menjelaskan dalam ayat berikutnya :

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah : 257)

~Pencegah Perbuatan Keji dan Mungkar

Sebelum shalat mencegah kekafiran, terlebih dahulu shalat telah mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman :

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut : 45)

Dalam ayat diatas Allah memerintahkan kita membaca petunjuk yang Dia turunkan untuk menyelamatkan kita (dari kesesatan). Namun Allah memerintahkan pula kita mendirikan shalat agar tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena petunjuk Allah sulit masuk pada hati yang dikotori perbuatan keji dan mungkar.

Hal ini berlawan dari godaan syetan, yaitu membawa manusia kepada perbuatan keji dan mungkar sebelum meyesatkannya.Sebagaimana firman-Nya : 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (An-Nur : 21) 

Oleh karena itu shalat menjadi amalan yang paling utama dalam agama ini. Meninggalkan shalat menjadi dosa yang lebih besar dari dosa besar lainnya. Rasulullah bersabda :

Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ”Istiqomahlah kalian dan kalian tidak akan mampu beristiqomah secara sempurna (beramal semuanya), dan ketahuilah bahwa sesunguhnya sebaik-baik amalan kalian adalah sholat, dan tidak menjaga wudhu kecuali seorang mukmin.” (HR. Ibnu Majah No. 253, Ahmad No. 21400 & 21344 dan Ad-Darimiy No.653)

Dan sabda-Nya : 

Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah amalan yang lebih utama?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu shalat tepat pada waktunya." Saya bertanya lagi: "Kemudtan amalan apakah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Berbakti kepada kedua orangtua." Saya bertanya pula: "Kemudian apa lagi?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu berjihad fisabilillah." (Muttafaq 'alaih)


Sesungguhnya Allah telah menjadikan manusia bersifat lemah, keluh kesah, kikir dan tergesa-gesa. Hal ini yang dimanfaatkan syetan untuk menyesatkan manusia dan menyuruh berbuat keji dan mungkar sebagai jalan pintas menyelesaikan masalahnya. Namun dengan petunjuk Allah, manusia yang lemah selamat dari kesesatan. Allah berfirman :

Allah hendak memberikan keringanan (petunjuk dan ampunan) kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (An-Nisa : 28)

Demikian pula shalat, Allah jadikan shalat agar manusia yang dijadikan keluh kesah menjadi tenang karena ingat kepada Allah. Sehingga manusia bisa tetap ingat petunjuk-Nya serta tidak dijerumuskan syetan. Allah berfirman :

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra'd : 28)

Mengingat Allah yang paling utama adalah dengan shalat. Firman-Nya :

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Thaha : 14)

Inilah yang dimaksud shalat dapat menenangkan hati, seperti firman Allah :

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapatkan kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang menegakkan shalat, yang mereka itu mengerjakan shalat secara terus-menerus.” (QS. al-Ma’aarij: 19-23) 

Rasulullah pun menjelaskan dalam sabdanya : 

“Diantara perkara dunia yang aku senangi adalah wanita dan wangi-wangian dan kesejukan pandanganku terdapat dalam shalat.” (HR. Ahmad, an-Nasa’I, al-Hakim dan al-Baihaqi)

~Tiang Amalan Yang Lain

Seperti disebutkan diatas, fungsi shalat adalah tiang agama. Bukan sekedar pencegah kesesatan dan dosa, shalat berfungsi pula sebagai penguat amalan-amalan lain. Apabila shalatnya baik, maka baik pula amal lainnya.

Hal ini karena setiap amal shaleh yang dikerjakan akan menambah keimanan dan petunjuk kepada seseorang. Bertambahnya petunjuk karena hati semakin bersih sehingga petunjuk lebih mudah masuk.Maka dengan iman dan petunjuk yang lebih kuat, seseorang akan lebih mudah menjalankan amalan dan ujian dalam agama ini. Allah berfirman :

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Al-Baqarah : 45) 

Demikian pula yang Allah perintahkan kepada Rasulullah. Sebelum Allah mengutusnya (sebagai rasul) dengan surat Al-Muddatsir, Allah memerintahkan Rasulullah agar banyak-banyak mengerjakan shalat dalam surat Al-Muzaammil. Tujuannya agar Rasul siap dengan ujian yang berat ini, sebagaimana Allah berfirman :

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (Al-Muzzammil : 1-5)

~Tiang Persatuan Umat

Satu hal yang banyak manusia tidak sadari bahwa persatuan itu dari Allah. Allah berfirman :

dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Anfal : 63)

Begitu penting persatuan ini tapi tidak Allah perintahkan kecuali dengan cara berpegang teguh pada agama Allah. Oleh karena itu, persatuan sesungguhnya hanya ada di antara orang beriman (bukan sekedar muslim) yang mengerjakan kewajiban dalam agama ini diantaranya shalat. Allah berfirman :

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah : 71)

Dan termasuk dalam mendirikan/ menegakkan shalat adalah secara berjamaah (bagi laki-laki) serta menyempurnakan (lurus dan rapat) barisan shaf. Rasulullah bersabda : 

”Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk menegakkan sholat.”(HR. Al-Bukhary)

Karena shaf yang tidak lurus akan mengakibatkan perpecahan diantara kaum muslimin. Rasul bersabda : 

“Kalian akan benar-benar meluruskan shaf, atau Allah benar-benar akan membuat hati-hati kalian berselisih”. (HR. Al-Bukhory dan ) 
  
Bayangkan oleh Anda, jika seseorang tidak meluruskan shaf dapat mengakibatkan perpecahan umat, lantas bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat berjamaah ? Dan bagaimana pula dengan orang yang meninggalkan kewajiban shalat lima waktu ?

Oleh karena itu, begitu banyak orang yang mengajak kepada persatuan umat namun dia sendiri enggan menghadiri shalat berjamaah. Ataupun bila berjamaah namun dia merasa risih dengan saudaranya sendiri.

Anas bin Malik berkata: “Dulu, salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu teman di sampingnya serta kakinya dengan kaki temannya. Andaikan engkau lakukan hal itu pada hari ini, niscaya engkau akan melihat mereka seperti bagal yang liar (menjauh)”.(HR. Al-Bukhory)

Itulah orang-orang memiliki penyakit di hatinya sehingga dia merasa benar dengan perbuatannya. Padahal kebenaran dan kebaikan semata-mata hanya dari Allah. Oleh karena itu, begitu penting kedudukan shalat jamaah dalam menjaga keimanan seseorang dan persatuan umat. Maka selayaknya kita tidak mendirikannya dengan sungguh-sungguh. Abdullah bin Mas'ud berkata :

“Siapa berkehendak menjumpai Allah besok sebagai seorang muslim, hendaklah ia jaga semua shalat yang ada, dimanapun ia mendengar panggilan shalat itu, sesungguhnya Allah telah mensyare’atkan kepada nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya semua shalat, diantara sunnah-sunnah petunjuk itu, kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seseorang yang tidak hadir di masjid, atau rumahnya, berarti telah kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sungguh kalian akan sesat, tidaklah seseorang bersuci dengan baik, kemudian ia menuju salah satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap langkah kakinya, dan dengannya Allah mngngkat derajatnya, dan menghapus kesalahan karenanya, menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat, melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen), sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah diantara dua orang hingga diberdirikan si shaff (barisan) shalat yang ada.” (H.R Muslim)